Di samping kalender Masehi, masyarakat Jawa yang beragama Islam juga menggunakan kalender Jawa dan Hijriyah sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Meski kalender Jawa dan Hijriyah memiliki banyak kesamaan, terdapat beberapa perbedaan kalender Jawa dan Islam.
Kalender Jawa, dikenal juga sebagai kalender Sultan Agungan, diciptakan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) yang memimpin Kerajaan Mataram Islam. Kalender ini menggantikan kalender Saka yang asalnya dari India.
Sedangkan kalender Hijriyah merupakan sistem penanggalan yang diadopsi oleh umat Islam di seluruh dunia, didasarkan pada peredaran bulan. Sistem ini juga dikenal dengan sebutan kalender qomariyah.
Penggunaan kalender Hijriyah dimulai pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Kalender ini berpatokan pada peristiwa hijrah umat Islam dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 Masehi. Namun demikian, awal tahun Hijriyah bukanlah pada bulan Rabiul Awal, melainkan pada bulan Muharram.
Persamaan Kalender Jawa dan Hijriyah
Secara umum, kalender Jawa dan kalender Hijriyah memiliki kesamaan mendasar dalam hal sistem perhitungan yang digunakan, yaitu keduanya bergantung pada pergerakan bulan. Dalam kedua sistem ini, bulan-bulan dihitung berdasarkan fase-fase bulan yang mengorbit bumi.
Selain itu, baik kalender Jawa maupun Hijriyah masing-masing terdiri dari 12 bulan dalam satu tahun, yang mencerminkan struktur siklus lunar mereka. Meski ada perbedaan dalam aspek-aspek lainnya, seperti penambahan hari atau cara menentukan awal bulan, keduanya mengikuti prinsip dasar yang sama dalam menghitung waktu berdasarkan peredaran bulan.
Perbedaan Kalender Jawa Dan Islam
Kalender Jawa dan kalender Hijriyah memiliki beberapa perbedaan yang signifikan. Berikut ini beberapa hal yang menjadi perbedaan antara kalender Jawa dan Islam:
1. Penomoran Tahun
Penomoran tahun dalam kalender Jawa merupakan kelanjutan dari kalender Saka, sebuah sistem penanggalan yang asalnya dari India dan telah dimulai sejak tahun 78 Masehi.
Penomoran tahun dalam kalender Hijriyah dimulai sejak peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yang terjadi pada tahun 622 Masehi. Dalam kalender Jawa, saat ini adalah tahun 1956 J. Sementara itu, dalam kalender Hijriyah baru mencapai tahun 1444 H.
2. Nama Bulan
Nama-nama bulan dalam kalender Jawa sebenarnya diadaptasi dari bulan-bulan Hijriyah, dengan penyesuaian pengucapan agar sesuai dengan lidah Jawa. Beberapa nama bulan tetap sama, sementara yang lainnya mengalami perubahan.
Nama-nama bulan dalam kalender Jawa meliputi Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar.
Nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah adalah Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Syakban, Ramadhan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah.
3. Jumlah Hari dalam Sebulan
Pada sistem penanggalan Jawa, jumlah hari dalam setiap bulan, mulai dari Sura hingga Besar, telah ditetapkan. Kalender ini mengatur bahwa bulan-bulan ganjil memiliki 30 hari, sedangkan bulan-bulan genap terdiri dari 29 hari.
Dalam kalender Hijriyah, jumlah hari dalam sebulan tidak tetap. Kalender ini mengikuti siklus bulan yang sesungguhnya, dan awal bulan sering kali dikonfirmasi dengan pengamatan langsung terhadap hilal.
4. Perbedaan Setiap 120 Tahun
Kalender Jawa menambahkan satu hari setiap 120 tahun, periode yang dikenal sebagai khurup. Siklus ini tidak diterapkan pada kalender Hijriyah, karena sistem penanggalan Hijriyah didasarkan pada fenomena astronomis yang mengikuti peredaran bulan.
Itulah perbedaan kalender Jawa dan Islam serta persamaannya. Keduanya naik kalender Jawa ati kalender Islam tentu boleh digunakan sesuai dengan kebutuhan. MEski demikain di Indonesia secara universal memang menggunakan kalender Masehi.